Makalah Hubungan Agama Dengan Kehidupan Manusia
A. Latar Belakang
Agama
memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi
untuk berahlak baik atau buruk (fujur). Potensi fujur akan senantiasa
eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek naluriah atau hawa
nafsu, seperti naluri makan, minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan
(melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan
berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang
bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan
dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya
adalah mampu mengendalikan diri dari pemuasan hawa nafsu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Agama menurut bahasa sangsekerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak
gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang
dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Di dunia barat terdapat suatu
istilah umum untuk pengertian agama i yaitu : religi, religie, religion,
yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau
mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang
dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari
bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan,
kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan.
Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian
dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya
dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan
tersebut (Moh. Syafaat, 1965).
Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81)
mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang
dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap modus-modus,
ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek
secara sosial telah mantap selama generasi demi generasi. Sedangkan
menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor-faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang
diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia
yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh
kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.
B. Konsepsi Agama
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh 208, Allah berfirman :
يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين
Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam
secara utuh, keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu
mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rasulullah SAW sebagai
uswatun hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya,
dari mulai masalah-masalah sederhana seperti adab masuk kamar mandi
sampai kepada masalah-masalah yang komplek dan universal seperti
mengurus Negara. Beliau telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap
dan prilakunya dimanapun dan kapanpun. Beliau adalah orang yang paling
utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah kepada Allah SWT dan kepada
sesama manusia. Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh
(ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin
meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud,
dzikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan
sesama manusia beliau menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan
mulia.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah SAW
secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan
nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat,
atau ideologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu
sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Di antara umat islam
masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras,
sesuai dengan nila - nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam
kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang
kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh - contoh
ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam menjalankan dan
sesuai dengan syariat islam sebagai agamanya.
C. Hubungan Agama Dan Manusia
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya
fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a
moral atau degradasi nilai - nilai keimanan dan ketaqwaannya terhadap
Allah SWT. Fenomena yang cukup berpengaruh itu seperti :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusyrikan, dan film-film porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang memamerkan aurat dan gairah sexsual.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari
para pemimpin bangsa ini justru berprilaku yang menyimpang dari
nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung
mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi)
masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak
menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam
sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya.
Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kemajuan umat
islam dan bahkan dapat memutuskan tali ikatan ukuwah diantara umat islam
itu sendiri.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu mewujudkan misi
“Rahmatan lil’alamin” maka seharusnya mereka memiliki pemahaman secara
utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri. Umat islam tidak hanya memiliki
kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang
iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual
dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanivestasikan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah,
jujur, sikap optimis, sikap toleran dan saling menghormati tidak suka
menyakiti atau menghujat orang lain.
Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara
mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadah ghair mahdlah
(hablumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun
ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan dan rahmat dari
Allah SWT.
D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq”
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru,
ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku
yang mesti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari
baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat
yang lebih luas).
Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim. sebab
maju mundurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada moral dan
akhlak penduduk atau masyarakat yang ada di dalam bangsa tersebut.
Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji
dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan
menghilangkan faktor-faktor penyebab kemaksiatan yang mengakibatkan
pengaruh terhadap moral dan akhlak bangsa menjadi terpuruk.
A. Kesimpulan
Agama menurut bahasa sangsakerta, Agama berarti tidak kacau (a = tidak
gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang
dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Kita sebagai umat islam belum
semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena
mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah
terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang
bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh
Rasulullah SAW.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi
“Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara
utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki
kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang
iptek (ilmu dan teknologi). Pendidikan akhlak ini sangat penting karena
menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim
dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga,
sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji
sangat penting dimiliki oleh setiap muslim dan masyarakat sebab maju
mundurnya suatu bangsa atau negara amat tergantung kepada moral dan
akhlak orang – orang yang mengisi bangsa atau negara tersebut.
No comments :
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, komentar anda berharga bagi saya...oke browww