Makalah Pendidikan Agama Dalam Kebijakan Pendidikan Islam
A. PENDAHULUAN
Sebagai warga Negara Indonesia yang beriman dan bertaqwa, falsafah
pancasila sebagai pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat sepakat
bahwa Pendidikan Agama harus disukseskan dalam pelaksanaannya pada semua
jenis dan jenjang. Sesuai dan sejalan dengan aspirasi bangsa seperti
telah digariskan dalam Tap MPR No. II/ MPR/ 1988 dan Undang-Undang No.
II/1989 telah menjabarkan aspirasi tersebut yang telah disetujui oleh
DPR dan disahkan oleh presiden. Sehingga menjadi dasar yuridis Nasional
kita yang mengikat seluruh warga Negara Indonesia kedalam satu sistem
pendidikan nasional.[1]
Pendidikan merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya
termasuk lingkungan alam dan lingkungan manusia. Di dalam interaksi
tersebut manusia bukan hanya hasil interaksi dengan alamnya dan dengan
sesama manusia, melainkan hasil pegembangan potensi manusia secara
optimal.
Permasalahan yang perlu kita bahas adalah bagaimana cara pelaksanaannya
agar pendidikan agama kita lebih berguna dalam mewujudkan generasi
bangsa yang berkualitas unggul, serta berkemampuan tinggi dalam
kehidupan akhlak dan aqidah dan berbobot dalam perilaku amaliah dan
muamalah. Sehingga survive dalam arus dinamika perubahan sosial dan
budaya pada masa hidupnya. Ketahanan mental spiritual dan fisik berkat
pendidikan agama kita benar-benar berfungsi efektif bagi kehidupan
generasi bangsa dari waktu kewaktu.[2] Idealitas tersebut baru dapat
dilaksanakan dengan tepat sasaran jika kita mampu meletakkan strategis
dasar yang berwawasan jauh kemasa depan kehidupan bangsa.
Pendidikan Islam, dalam pertumbuhan spiritual dan moral akan mampu
menolong individu menguatkan iman, akidah, dan pengenalan terhadap Allah
SWT, melalui hukum, moral dan ajaran agama, dengan demikian peserta
didik dalam melaksnakan tuntunan iman kepada Allah SWT dan pemahaman
yang mendalam terhadap ajaran agama dan nilainya dalam kehidupan pada
tingkah lakunya, dan hubungannya dengan Allah SWT dengan sesama manusia
dan seluruh makhluk, akan mempertegas pentingnya pendidikan akhlak dan
spiritualitas dalam menyongsong globalisasi.
Bagaimana mungkin bisa menjadi manusia yang sesungguhnya, kalau dalam
realitasnya memang pendidikan Islam sebagai subsistem dinilai masih
kering dari aspek pedagogis, dan lebih mekanistik dalam menjalankan
fungsinya sehingga terkesan hanya akan melahirkan peserta didik yang
”kerdil” karena tidak memiliki dunianya sendiri.
Maka dari uraian di atas penulis akan membahas nantinya tentang
Kebijakan Pendidikan Islam, yang fokusnya pada Pendidikan Agama Sebagai
Upaya, Pembudayaan Dan Pemberdayaan, Pendidikan Agama Sebagai Sub Sistem
Pendidikan Nasional, Pendidikan Agama Dan Wajar Diknas, Pembentukan
Karakter Bangsa, Madrasah Pembangunan, Madrasah Kejuruan, dan Kebijakan
Resfonsif Dan Antisifatif.
B. PEMBAHASAN
I. PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI UPAYA PEMBUDAYAAN DAN PEMBERDAYAAN
Kajian historis tentang pendidikan Islam di Indonesia sejak awal
masuknya dapat dibagi kepada tiga fase. Fase pertama sejak mulai
tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke Indonesia sampai
munculnya zaman pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Fase kedua
sejak masuknya ide-ide pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Dan fase
ketiga sejak disahkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU
No. 2 tahun 1989 dan dilanjutkan dengan UU No. 20 tahun 2003).[3]
Ada beberapa pasal dalam UU No. 20 tahun 2003 yang menyinggung tentang
pendidikan Islam. Di dalam aturan tersebut setidaknya ada tiga hal yang
terkait dengan Pendidikan Islam.[4] Pertama, Pendidikan Islam sebagai
lembaga, kedua, pendidikan Islam sebagai mata pelajaran, dan ketiga,
Pendidikan Islam sebagai nilai.
Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan
pendekatan, baik segi jasmani maupun segi rihani, baik kehidupannya
secara pisik maupun kehidupannya secara mental, dan segala kegiatannya
di bumi.[5]
Ketahanan suatu masyarakat ditentukan oleh tiga unsur ialah sumber daya
alamnya, sumberdaya manusianya yang berkualitas, dan sumber daya
kebudayaan dan kesejarahannya.[6]
Hanya anggota masyarakat yang berbudaya, yaitu yang mempunyai kebanggaan
terhadap masyarakat dan budayanya, akan menjadi unsur sumber daya
manusia yang produktif di dalam era globalisasi. Manusia yang tidak
berbudaya akan tenggelam dalam arus globalisasi dan dia tidak mepunyai
identitas. Persoalan peningkatan seutuhnya sumber daya manusia, yaitu
kualitas manusia dengan keseimbangan aspek material dan aspek
spiritual/nilai keagamaan.
Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat kita lihat dengan nyata di
dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak
ada budaya.[7]
Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaandan seterusnya
kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian
tersebut.[8]
Sistem pendekatan sosio-kultural memandang bahwa pendidikan (Islam)
merupakan sarana enkulturasi (pembudayaan) umat manusia melalui agama
islam.[9]
Kebudayaan nasional akan semakin diperkaya apabila ditunjang oleh system
pendidikan nasional yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada pengembangan potensi yang limitless dari akal dan budi
manusia.[10]
II. PENDIDIKAN AGAMA SEBAGAI SUB SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Kehidupan beragama di Indonesia secara konstitusional dijamin keberadaannya seperti termaktub pada pasal 29 UUD 1945, yaitu:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.[11]
Pemerintah Indonesia menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan
aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang
berbunyi:
1. Tiap-tiap warga Negara behak mendapat pengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan suatu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.[12]
A. Pendidikan Agama Dalam Lingkup Pendidikan Nasional
Pendidikan agama dalam lingkup pendidikan nasional, meliputi
1) Persepsi ilmuan kita tentang arti pendidikan, misalnya:
ditetapkan dalam UU No. II/1989 tersebut mengandung implikasi yang lebih
komprehensif ketimbang arti pengajaran. Sehingga pendidikan menurut
pasal 1 ayat 1, diberi arti usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa
yang akan datang. Jadi dapat dijelaskan pendidikan mencakup proses
kegiatan pengajaran disamping bimbingan dan latihan. Lebih diorentasikan
kemasa depan, yang mana fenomenanya tidak lain adalah pencerminan
betapa pentingnya penguasaan dan pemanfaatan, kemajuan iptek bagi
pembangunan bangsa.[13]
2) Tentang batasan pengertian pendidikan agama, pendidikan agama
dapat dirumuskan sebagai bantuan dan bimbingan pada perkembangan pribadi
anak agar ia menjadi manusai yang beragama, bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang tampak dalam cara berfikir kebiasaan, sikap dan bertingkah
laku.[14] Jadi proses kependidikan agama ialah menanamkam atau
mempribadikan tata nilai keagamaan. Dalam hal ini mengacu kepada
keimanan dan ketaqwaan (sebagai pondasi dasar yang tak tampak atau
rahasia) yang mendorong dalam proses kegiatan perilaku dan mewujudkan
dalam akhlakkul karimah didalam bidang kehidupan.
3) Tentang kompetensi guru sesuai dengan ketentuan pasal 39 ayat 2:
“Pendidik merupakan tenaga profesiona yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada Perguruan Tinggi.” Dan
persyaratan pokok untuk pengangkatannya yang antara lain harus beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME adalah merupakan suatu keharusan yang
mutlak dan mencegah orang-orang yang anti Tuhan dari anak/ generasi
bangsa yang berfalsafah Pancasila. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam
pelaksanaannya pendidik agama pada khususnya ini menjiwai guru, dan guru
wajib memiliki keyakinan agama sehingga bidang-bidang studi yang
lainnya tidak terlepas dari nilai agama.[15] Oleh karena itu peranan
guru amat besar.
4) Mengenai tujuan pendidikan nasional, sebagian tercantum dalam
UUSPN No. II tahun 1989 bab 2 pasal 4, menyebutkan : “ Mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti
yang luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.’’
5) Tentang sistem pendidikan nasional seperti yang dikehendaki oleh
UU No. II/ 1989 itu, terdapat berbagai satuan, jalur dan jenis
pendidikan ( diperinci dalam bab 4 ). Sistem pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi perubahan
kehidupan, sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah dan berkesinambungan.[16]
B. Pendidikan Islam Sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional
Di Indonesia pendidikan agama Islam merupakan sub sistem dari pendidikan
nasional, untuk itu tujuan yang akan dicapai sebenarnya merupakan
pencapaian dari salah satu atau beberapa aspek dari tujuan pendidikan
nasional.
Pendidikan Islam diakui keberadaannya dalam system pendidikan nasional,
yang dibagi kepada tiga hal. Pertama pendidikan Islam sebagai lembaga,
kedua pendidikan islam sebagai mata pelajaran, dan ketiga pendidikan
Islam sebagai nilai (value)[17]
Pembinaan pendidikan agama secara formal institusional dipercayakan
kepada departemen agama dan departemen pendidikan dan kebudayaan.
Kemudian dua departemen ini mengeluarkan peraturan-peraturan bersama.
Pada bulan Desember 1946 adalah pertama kali adanya dualisme pendidikan
di Indonesia. Selanjutnya Pendidikan Agama ini di atur secara khusus
dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri pendidikan
pengajaran dan kebudayaan, bersama-sama dengan menteri agama.[18]
Sejalan dengan Undang-Undang pendidikan tahun 1989, madrasah juga harus
menerapkan kurikulum nasional 1994 yang ditetapkan oleh departemen
Pendidikan dan kebudayaan.[19]
Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama Nomor: 1432/Kab.
Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 januari
1951 (Agama), diatur tentang peraturan Pendidikan Agama di
sekolah-sekolah.[20]
Madrasah di Indonesia adalah merupakan perpaduan antara pesantren dan
sekolah. Ada unsur madrasah yang diambil dari pesantren dan ada pula
dari sekolah.[21]
Salah satu hal penting dan perlu disimak dalam sejarah perkembangan
penyelenggaraan sekolah-sekolah agama ialah lahirnya Keppres No. 34
tahun 1974 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan
serta Inpres no. 15 tahun 1974 tentang pelaksanaan Keppres No. 34 tahun
1974. Didalamnya dinyatakan antara lain sebagai berikut:
a. Pembinaan pendidikan Umum adalah Tanggung jawab menteri P &
K sedang pendidikan agama menjadi tanggung jawab Menteri Agama
b. Untuk melaksanakan Keppres No. 34 dan Inpres No. 15 tahun 1974
dengan sebaik-baiknya perlu ada kerjasama antara Departemen P & K,
Departemen Dalam Negeri dan Departemen Agama.[22]
Adapun tujuan pendidikan agama Islam secara garis besar pada dasarnya
adalah untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, dengan
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[23]
Tujuan nasional bangsa Indonesia adalah seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut:
“Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan social.[24]
Sedangkan tujuan pendidikan nasional sebagian yang tercantum dalam UU
No.II/ 1989, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan,
sehat jasmani dan rohani, berkepribadan mantap serta bertanggng jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Karena dengan tercapainya tujuan tersebut
akan menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional secara
keseluruhan.[25]
Visi dari pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi pendidikan
nasional, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang bertaqwa dan produktif
sebagai anggota masyarakat Indonesia yang berbhineka.[26] Sedangkan
misi pendidikan Islam sebagai perwujudan dari visi tersebut adalah
mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia,
yaitu manusia yang saleh dan produktif. Karena dengan misi tersebut
pendidikan Islam menjadi pendidikan alternatife. Disebut pendidikan
Islam karena mempunyai tiga ciri-ciri khas sebagai berikut:
1) Suatu system pendidikan yang didirikan karena didorong oleh hasrat untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam.
2) Suatu system yang mengajarkan ajaran Ialam.
3) Suatu system pendidikan Islsm yang meliputi kedua hal tersebut.[27]
Tetapi keberadaan pendidikan Islam tidak sekedar menyangkut persoalan
cirri khas, melainkan lebih mendasar lagi yaitu tujuan yang diidamkan
dan diyakini sebagai yang paling ideal. Tujuan itu sekaligus mempertegas
bahwa misi dan tanggung jawab yang diemban pendidikan Islam lebih berat
lagi. Ketiganya itu selama ini tumbuh dan berkebang di Indonesia dan
sudah menuju bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan pendidikan
nasional. Bahkan tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kehadiran dan
keberadaannya merupakan bagian dari andil umat Islam dalam perjuangan
maupun mengisi kemerdekaan.
Di Indonesia pendidikan Islam ini tampil dalam berbagai macam wujud
yaitu pendidikan agama Islam ( PAI ) yang merupakan substansi dari
system pendidikan agama dalam kurikulum nasional, pendidikan di madrasah
yang merupakan sub system dari system pendidikan foemal, pendidikan
pesantren yang merupakan sub system dalam pendidikan non formal.
Sebagai subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus yang harus
dicapai, dan tercapainya tujuan tersebut akan menunjang pencapaian
tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan yang menjadi
suprasistemnya.[28] Visi pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi
pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan manusia
Indonesia yang takwa dan produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia
yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi tersebut adalah
mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia.
Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang saleh dan
produktif. Hal ini sejalan dengan trend kehidupan abad 21, agama dan
intelek akan saling bertemu[29]
III. PENDIDIKAN AGAMA DAN WAJAR DIKNAS, PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tugas Negara
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu maka setiap warga Negara
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak sesuai
dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 mei 1984 ditandai dengan
dikumandangkannya pelaksanaan Wajib Belajar secara nasional oleh
Presiden Soeharto. Keesokan harinya tanggal 3 Mei 1984, secara serentak
tiga menteri kabinet pembangunan IV akan mencanangkan kembali
pelaksanaan Wajib Belajar tersebut di tiga wilayah Indonesia.[30]
Dasar hukum pelaksanaan Wajib Belajar tersebut cukup jelas, yaitu pasal
31 ayat (1) UUD 1945, Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, Undang-Undang pokok
pendidikan serta tujuan Pelita IV seperti dimaksud GBHN.[31]
Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga tertua pendidikan keagamaan
Islam di Indonesia telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan
masyarakat. Sejarah perkembangan pondok pesantren menunjukan bahwa
lembaga ini tetap eksis dan konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat
pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam sehingga melahirkan kader ulama,
guru agama, dan mubaligh yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam rangka
meningkatkan peran serta pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
masyarakat, beberapa pondok pesantren juga telah merealisasikan program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Tujuan penyelenggaraan
program ini adalah mengoptimalkan pelaksanaan Program Nasional Wajib
Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas).
Legalitas penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar di
pondok pesantren baru memperoleh bentuknya pada tahun 2000 dan mulai
terselenggara melalui program Wajib Belajar 9 Tahun pada Pondok
Pesantren Salafiyah. Dasarnya adalah Surat Kesepakatan Bersama Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor : 1/U/KB/2000 dan Nomor:
MA/86/2000, tentang Pondok Pesantren Salafiyah sebagai Pola wajib
Belajar Pendidikan Dasar.
Namun di masa Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, keseriusan
menjadikan pesantren sebagai lembaga pelaksana Wajardikdas semakin
dibuktikan dengan lahirnya suatu Sub Direktorat tersendiri di bawah
naungan Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren, sehingga
terasa semakin digarap intensif di suatu wadah yang lapang.
Dengan pendidikan kesetaraan diupayakan perluasan akses terhadap wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun, sekaligus memberikan layanan
pendidikan menengah bagi mereka yang membutuhkan pendidikan lanjutan
yang tidak memungkinkan melalui jalur pendidikan formal.
Salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan adalah pada kebijakan
alokasi anggaran. Anggaran pendidikan yang rendah kerap kali berbanding
lurus dengan mutu pendidikan yang juga rendah. Karena itu, untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu jalan, harus ditunjang
pemenuhan kebutuhan finansial yang kuat. Menteri Agama Maftuh Basyuni
pernah menegaskan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di
Jakarta, Senin, 10 Juli 2006.
Kebijakan Menag untuk program BOS dirancang untuk pemberdayaan mutu
lembaga pendidikan di lingkungan Depag, yaitu madrasah (MI dan MTs),
pondok pesantren salafiyah tingkat Ula (setara dengan MI), Wustho
(setara dengan MTs), dan sekolah keagamaan non-Islam penyelenggara Wajar
Dikdas 9 tahun yang setara SD dan SMP.
Memandang pesantren sebagai lembaga pendidikan yang menguntungkan di
satu sisi lantaran dibangun dan dibiayai oleh masyarakat itu sendiri.
Ada tiga kebijakan umum yang digariskan dalam pengembangan pendidikan
Islam oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun 2004-2009,
Pertama, peningkatan akses untuk mengikuti pendidikan. Kedua,
peningkatan kualitas pendidikan. Ketiga, tata kelola atau pengembangan
tata kelola, akuntabilitas, transparansi dan pencitraan.
IV. MADRASAH PEMBANGUNAN
Madrasah Pembangunan lahir berawal dari keinginan tokoh-tokoh di
Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan adanya
pendidikan Islam yang representatif. Pada awal tahun 1972, Panitia
Pembangunan Gedung Madrasah Komprehensif dibentuk oleh Rektor IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Bulan Juni 1972, dimulai pembangunan gedung
madrasah yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Agama
RI pada masa itu dan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah.
Tanggal 17 November 1973, gedung madrasah diserahterimakan dari Pimpinan
Bagian Proyek Pembinaan Bantuan Untuk Madrasah Swasta Pemda DKI Jakarta
kepada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tahun 1974, pertama kali Madrasah Pembangunan membuka tingkat
Ibtidaiyah. Permulaan kegiatan belajar mengajar dimulai pada tanggal 7
Januari 1974. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai "Hari
Kelahiran" Madrasah Pembangunan.
Pada awal tahun 1977, Madrasah Pembangunan membuka tingkat Tsanawiyah.
Bulan Juli 1991, dibuka kelas jauh tingkat Ibtidaiyah di Pamulang,
bekerja sama dengan Yayasan Al Hidayah sebagai penyedia lahan. Sesuai
dengan keputusan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak awal
September 1974 pembinaan Madrasah Pembangunan dilaksanakan oleh Tim
Pembinaan yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Tarbiyah. Tugas tim ini di
antaranya adalah menyiapkan Madrasah Pembangunan sebagai 'madrasah
laboratorium' Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun 1978, Madrasah Pembangunan ditetapkan sebagai Madrasah
Percontohan oleh Departemen Agama RI melalui Surat Keputusan Dirjen
Bimas Islam Depag RI Nomor: Kep/D/03/1978.
Madrasah pembangunan yang pertama didirikan adalah Madrasah pembangunan
UIN Jakarta. Kurikulum Madrasah ini adalah Kurikulum Departemen Agama
yang dipadukan dengan Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan
diolah sesuai dengan visi dan misi Madrasah Pembangunan UIN Jakarta.
Dengan demikian, siswanya akan mendapatkan porsi pendidikan agama
seperti siswa madrasah (Depag) dan mendapatkan pelajaran umum seperti
siswa sekolah umum (Depdiknas). Dengan penerapan dua kurikulum yang
dikombinasi dan dimodifikasi itulah diharapkan lulusan Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta ini akan mendapatkan ilmu pengetahuan umum yang
berimbang dengan keimanan dan ketaqwaan (menguasai ilmu pengetahuan yang
luas sekaligus dekat kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa).
Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan fasilitas yang mendukung.
Untuk itulah Madrasah Pembangunan UIN Jakarta senantiasa berupaya untuk
menyediakan fasilitas baik untuk keperluan pendidikan secara langsung
maupun fasilitas-fasilitas pendukung. Memasuki era global, fakta
menunjukkan bukan saja semakin ketatnya persaingan kemampuan diri,
tetapi juga semakin terbuka pintu-pintu yang mengarah pada perusakan
moral. Madrasah sebagai lembaga pendidikan telah menjadi alternatif yang
memiliki peranan penting dalam pembentukkan watak, kepribadian, dan
kualitas bangsa di masa yang akan datang. Dalam upaya mempertahankan dan
usaha untuk lebih meningkatkan prestasi dan reputasi, maka Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta menitikberatkan pembinaan dan pengembangan pada
basic science, bahasa, dan akhlakul karimah.
Madrasah Pembangunan UIN Jakarta selalu berbenah diri dengan melakukan
perubahan dan perombakan kurikulum guna memenuhi tuntutan perkembangan
zaman sebagai konsekuensi dari pilar keunggulan tersebut. Pembenahan
juga dilakukan dari segi sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan.
V. MADRASAH KEJURUAN
Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan atau perguruan agama
meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah,
Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama dan perguruan Agama Islam baik
negeri maupun swasta.[32]
Dalam pola pengembangan pendidikan makro, sekolah kejuruan lebih cepat
berkembang, sehingga sangat mungkin dibentuk MAK di sekolah-sekolah
keagamaan.
Madrasah aliyah kejuruan (MAK) adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.
Keunggulan sekolah keagamaan kejuruan, selain mampu menyiapkan peserta
didik memiliki kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia usaha atau dunia industri,
mereka juga memiliki pemahaman, kemampuan, dan pengetahuan keagamaan
yang lebih baik. lembaga pendidikan keagamaan kejuruan bukan hanya
sekolah yang membentuk manusia yang memiliki pengetahuan keagamaan yang
unggul, namun juga cakap dalam menyiapkan peserta didik memasuki
kehidupan di masyarakat ketika lulus
VI. KEBIJAKAN RESFONSIF DAN ANTISIFATIF
Pendidikan Islam dewasa ini, benar-benar telah menjadi salah satu
wilayah yang banyak mengeluarkan biaya. Pendidikan yang pada hakekatnya
adalah untuk semua, sebagai hak individu warga negara dan juga warga
dunia memiliki hak memperoleh pendidikan secara adil. Ternyata, hal yang
semestinya merupakan hak tersebut kini tergantikan oleh pendidikan
sebagai barang dagangan. Bahkan pendidikan menjadi penyebab terjadinya
ketidak adilan, karena masyarakat yang mampu sekolah adalah golongan
elite yang kaya sedangkan mereka yang tidak mampu sekolah adalah
masyarakat miskin.
sebagian besar lembaga pendidikan Islam yang ada kurang menjanjikan masa
depan dan kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini
maupun mendatang. Padahal, paling tidak ada tiga hal yang menjadi
pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai
(agama), status sosial dan cita-cita.
Masyarakat yang terpelajar akan semakin beragam pertimbangannya dalam
memilih pendidikan bagi anak-anaknya. Fenomena seperti diuraikan di
atas, dalam memilih lembaga pendidikan untuk menyekolahkan anak-anak
mereka pun sudah sangat rasional dan mempertimbangkan prospektif ke
depan.
Mereka yang berpeluang memilih, akan menentukan pilihan kepada lembaga
pendidikan yang dipandangnya ideal. Lembaga pendidikan yang dipandang
ideal itu adalah lembaga yang mampu mengembangkan potensi spiritual dan
akhlak para peserta didik, yang mampu mengembangkan aspek intelektual,
yang biasanya diukur dari perolehan NEM, dan lembaga pendidikan yang
mampu mengembangkan potensi sosial maupun keterampilan peserta didiknya.
Lembaga yang bertipe ideal itu biasanya diperebutkan orang, sehingga
biayanyapun menjadi mahal, mengikuti hukum pasar. Tuntutan masyarakat
seperti itu telah direspons banyak pihak, tidak terkecuali oleh lembaga
pendidikan keagamaan, di antaranya lembaga pendidikan Islam dengan
memunculkan lembaga pendidikan integratif, atau sekolah/ madrasah
terpadu, sekolah/ madrasah model, atau bentuk-bentuk sekolah/madrasah
unggulan lain, yang mengedepankan kualitas (Suprayogo, 2007: 56). Dengan
menggunakan term integratif diharapkan para lulusannya meraih
kedewasaan kepribadian secara utuh, yaitu dewasa spiritual, dewasa
intelektual, dewasa sosial, dan dewasa kecakapan hidupnya.
D. PENUTUP/KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas pemakalah dapat menarik dari beberapa kesimpulan
bahwa Agama mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia
Pancasila sebab agama merupakan motivasi hidup dan kehidupan serta
merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting.
Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh
manusia Indonesia agar dapat mejadi dasar kepribadian sehingga ia dapat
menjadi manusia yang utuh.[33]
Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang
berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan
keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga tanggung jawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah.[34]
Pendidikan agama dalam lingkup pendidikan nasional meliputi; dari segi
pendidikan tentang pendidikan agama, mengenai kompetensi guru, tujuan
pendidikan nasional serta system pendidikan nasional.
Pendidikan Islam dapat memberikan solusi terhadap persoalan yang
dihadapi manusia, mengingat pandangan tentang manusia yang menjadi objek
dan subjek pendidikan yang komprehensif dan tujuannya adalah
kesempurnaan dan keunggulan yang menjangkau kehidupan sekarang dan
akhirat nanti.
Sebagai sub system dari pendidikan nasional, pendidikan Islam merupakan
tujuan yang harus dicapai, karena dengan tercapainya tujuan tersebut
akan menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional secara keseluruhsn.
No comments :
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, komentar anda berharga bagi saya...oke browww