A. Latar Belakang Masalah
Di dalam proses kegiatan dakwah,
faktor motivasi menjadi penentu bagi keberhasilannya. Adapun tujuan
motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah
(mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga
tujuan dakwah dapat tercapai. Dan seorang da’i dituntut untuk
mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian
menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat
menguatkan dorongan-dorongan tersebut. Selanjutnya suatu organisme yang
dimotivasi akan melakukan aktifitasnya secara lebih giat dan lebih
efisien dibandingkan dengan organisme yang beraktifitas tanpa motivasi.
Selain menguatkan organisme, motivasi cenderung mengarahkan kepada suatu
tingkah laku tertentu.
Namun, tidak semua motivasi yang
telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun.
Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan pemberian motivasi
dalam dakwah, yaitu ketika da’i dalam mengarahkan tingkah laku mad’u
tidak sesuai dengan tujuan dakwah tersebut, seperti pribadi da’i yang
mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh,
sombong, materialistis, sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang
tidak mencerminkan seorang da’i, juga dari materi yang disampaikan
kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai
dengan kadar kemampuan, juga dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai
dengan keadaan yang menerima, dan dari alat yang dipergunakan tidak
banyak menunjang keberhasilan dakwah, serta dari tujuan tidak jelas dan
mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
Kejadian ini dapat diidentifikasi sebagai minimnya motivasi dakwah yang
diberikan da’i kepada audien (mad’u).
Dari contoh kejadian kasus di
atas, dapat diambil suatu pertanyaan, “Bagaimanakah sebetulnya
pengertian motivasi dalam dakwah ?” Realitas ini sangat penting untuk
dibahas dalam makalah ini. Maka dari itu, pembahasan makalah ini
diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan
keterangan-keterangan, telah ditemukan penjelasan para pakar mengenai
pengertian motivasi dalam dakwah dan hal-hal yang terkait dengannya.
Selanjutnya, berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas,
maka penulisan makalah ini kami beri judul “Pengertian Motivasi Dalam
Dakwah”.
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata
motive. Motive berasal dari kata “motion” yang berarti “gerakan”.
Menurut Vroom seperti yang dikutip Faizah dan Lalu Muchsin Effendi,
motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan
individu terhadap bentuk-bentuk kegiatan yang dikehendaki. Istilah
motivasi ini mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive),
kebutuhan (need), rangsangan, ganjaran dan sebagainya. Jadi dapat
dijelaskan bahwa motif merupakan dorongan yang timbul dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak untuk melakukan
sesuatu. Sedangkan motivasi adalah pendorong kepada suatu usaha yang
disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak
untuk melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Jadi, motif cenderung instrinsik sedangkan motivasi cenderung
ekstrinsik. Atau dapat dikatakan motivasi adalah pendorong munculnya
motif.
Pengertian motivasi menurut beberapa pakar :
- Fillmore H. Sandford menjelaskan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan suatu makhluk yang mengarahkannya kepada sesuatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu.
- Chung dan Meggison, motivasi merupakan perilaku yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan.
- Stoner & Freeman, motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu.
- Kartini Kartono, motivasi adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) di sini dimaksudkan : desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.
- Menurut Walgito (2002) motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force).
- Menurut Caplin (1993) motif adalah suatu keadaan ketegangan di dalam individu yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau sasaran. Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya. (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).
- Sedangkan menurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan-tujuan tertentu.
- MC. Donald (dalam Hamalik, 1992) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu :
1). Motif dimulai dari adanya
perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem
pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2). Motif ditandai dengan
timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena Amin tertarik
dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3). Motif ditandai oleh
reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan. Respon-respon itu berfungsi
mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam
dirinya. Tiap respon merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan.
Contoh : si A ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti
ceramah, bertanya, membaca buku, menempuh tes dan sebagainya.
h. Menurut Terry (dalam
Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan di dalam diri individu yang
mendorong individu untuk bertindak.
i.
Motivasi adalah keadaan internal organisme_ baik manusia ataupun
hewan_yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Atau pemasok daya
(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.
j.
Menurut Sartain dalam Psychology Understanding of Human Behavior
seperti yang dikutip Ngalim Poerwanto, yang dikutip Faizah dan Lalu
Muchsin Effendi, motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam
suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau
perangsang.
Ada tiga poin penting dalam
pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan
tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan
oleh seseorang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan
arahan untuk memenuhi kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari
satu siklus motivasi.
Terlepas dari beberapa definisi
di atas, kita dapat mengambil tiga kata kunci yang berkaitan dengan
pengertian motivasi, yaitu dorongan/ keinginan, tingkah laku, dan
tujuan. Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi
merupakan dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya mengarahkan
tingkah laku untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan.
2. Konsep Motivasi
a. Menurut Abraham H. Maslow.
Maslow mengatakan bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang
memotivasi perilaku manusia. Teori Maslow ini menekankan pada dua
pemikiran pokok :
1). Manusia mempunyai banyak kebutuhan, tetapi kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi yang mempengaruhi perilaku manusia.
2).
Kebutuhan manusia dikelompokkan ke dalam hierarki menurut
kepentingannya. Bila suatu kebutuhan dipenuhi, maka kebutuhan lainnya
yang lebih tinggi muncul untuk dipuaskan.
Teori Maslow berpendapat bahwa manusia mempunyai 5 (lima) kebutuhan sosial, meliputi :
1). Kebutuhan fisikologikal seperti sandang, pangan dan papan.
2). Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik akan tetapi dengan mental psikologikal dan intelektual.
3). Kebutuhan sosial, berupa persahabatan dan ketertiban.
4). Kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.
5).
Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah jadi
kemampuan nyata.
Tingkatan kebutuhan tersebut dapat diragakan seperti tampak dalam gambar berikut ini :
b. Sementara itu, Stranger (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:
1).
Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk
berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai
prestasi yang tertinggi.
2). Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.
3).
Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu
kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga,
organisasi ataupun persahabatan.
4).
Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu
kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang
menghambat perkembangannya.
3. Aspek-Aspek Motivasi
Aspek-aspek motivasi adalah :
a.
Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
dimilikinya, seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan lain
sebagainya.
b. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.
c.
Aspek sosial, meliputi kemampuan dalam berhubungan dengan dunia di luar
dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial
dengan orang lain secara umum.
d.
Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah
bagi kehidupan seseorang, arti dan nilai moral, hubungan dengan Tuhan,
perasaan menjadi orang “baik atau berdosa”, dan kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap agama yang dianut.
e. Aspek seksual, meliputi pikiran dan perasaan individu terhadap perilaku dan pasangannya dalam hal seksualitas.
f. Aspek keluarga, meliputi arti keberadaan diri di dalam keluarga, hubungan dengan dan dalam keluarga.
g.
Aspek diri secara keseluruhan, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap
yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Kombinasi dari
keseluruhan aspek tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik
persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan
harapannya.
Aspek-aspek tersebut selanjutnya
menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi (keteguhan, kegigihan,
ketegaran, ketahanan) dan antusiasmenya (gairah, semangat yang menggebu)
dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri
individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).
4. Teori-Teori Motivasi
HM. Arifin mengatakan bahwa,
secara fundamental motivasi bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri
tingkah laku manusia yang terarah pada suatu tujuan. Dengan motivasi,
seseorang dapat melipat gandakan usahanya untuk mengetahui rintangan dan
mencapai tujuan tersebut.
Para psikolog memberikan pengertian dan teori-teori sebagai berikut:
a.
Sigmund Freud : berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku
manusia adalah insting (naluri). Semua perilaku manusia berasal dari dua
kelompok naluri yang bertentangan yaitu :
1).
Naluri kehidupan yang meningkatkan hidup dan pertumbuhan seseorang.
Maksudnya dorongan insting untuk hidup mendorongnya untuk mencintai dan
mencipta.
2). Naluri kematian
yang mendorong manusia ke arah kehancuran. Maksudnya dorongan insting
untuk mati mendorong manusia untuk membenci dan menghancurkan.
b.
Abraham Moslow : berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah
kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah
dan berasal dari sumber genesis atau naluriah. Maksudnya motive manusia
senantiasa menggerakkannya kepada pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan
yang bertingkat-tingkat.
c. K.S.
Lashley : berpendapat bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon
susunan saraf sentral ke arah rangsangan dari dalam dan dari luar yang
variasinya sangat komplek termasuk perubahan komposisi kimiawi dan
aliran darah.
d. Fillmore H. Sanford : berpendapat motivasi sebagai kondisi yang menggerakkan suatu organisme yang mengarah kepada tujuan.
5. Motif Dalam Al-Qur’an
Ketika
manusia melakukan perbuatan, disadari atau tidak sebenarnya ia
digerakkan oleh suatu sistem di dalam dirinya yang disebut sebagai
sistem nafs. Isyarat tentang adanya tingkah laku manusia (motif) dalam
sistem nafs dipaparkan Al-Qur’an dalam surat Yusuf ayat 53:
53. ”Dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Yusuf :
53)
Isyarat di atas secara jelas
mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam sistem nafs yang menggerakkan
tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
Dan dalam ayat lain disebutkan :
30. Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Dalam ayat di atas, malaikat
mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki insting atau naluri
merusak. Meskipun manusia memiliki predikat khalifah di bumi, manusia
memiliki dorongan jahat yang dapat menggerakkannya pada perbuatan
merusak dan pertumpahan darah. Secara khusus Al-Qur’an mengisyaratkan
tentang berbagai dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan tingkah
laku manusia. Dorongan-dorongan tersebut masih bersumber pada sistem
nafs manusia, yang meliputi dorongan fisiologis dan psikologis.
a. Dorongan-dorongan fisiologis
1). Dorongan untuk menjaga diri
Dalam Al-Qur’an Surat An-Naba : 78:9-11 berbunyi
9. dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,
10. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian[1546],
11. dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,
[1546] Malam itu disebut sebagai
pakaian karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai pakaian menutupi
tubuh manusia. Rasa lelah merupakan dorongan penting bagi manusia yang
mendorongnya untuk istirahat dan tidur setelah bekerja di siang hari.
Dengan istirahat dan tidur, kegiatan dan vitalitas sel-sel tubuhnya akan
kembali lagi. Tidur juga bisa melepaskan seseorang dari ketegangan
fisik yang timbul akibat dari ketakutan-ketakutan yang menimpa
seseorang.
2). Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis
Dorongan yang dimaksud di atas adalah dorongan seksual dan dorongan keibuan.
(a). Dorongan seksual : yaitu melakukan satu fungsi penting melahirkan keturunan demi kelangsungan hidup.
(b).
Dorongan keibuan : Allah menciptakan dalam setiap diri wanita dorongan
alamiah yang membuat mereka siap untuk melaksanakan misi utamanya untuk
melahirkan demi kelangsungan hidup jenis manusia.
b. Dorongan-dorongan Psikis
1). Dorongan untuk memiliki.
Dorongan untuk memiliki adalah dorongan psikis yang dipelajari manusia
dalam proses sosialisasi yang dijalaninya. Melalui kebudayaan di mana ia
hidup, manusia belajar rasa cinta untuk memiliki harta benda dan
berbagai hak milik tersebut menumbuhkan rasa aman dari kemiskinan.
2).
Dorongan memusuhi. Dorongan memusuhi tampak dalam tingkah laku manusia
yang memusuhi orang lain dengan tujuan untuk memusuhinya dengan bentuk
fisik maupun dengan kata-katanya.
3).
Dorongan berkompetisi. Kompetisi merupakan salah satu dari
dorongan-dorongan psikis yang dipelajari seseorang melalui
lingkungannya. Al-Qur’an sendiri memberikan dorongan kepada manusia
untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan kebajikan serta
berpegang teguh pada nilai-nilai manusiawi yang luhur.
4).
Dorongan Beragama. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang
mempunyai landasan alamiah dalam watak kejadian manusia. Dalam relung
jiwanya manusia merasakan adanya dorongan untuk mencari dan memikirkan
Sang Penciptanya dan Pencipta alam semesta, dorongan untuk
menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya setiap kali ia ditimpa
malapetaka dan bencana. Namun godaan duniawi yang lebih mementingkan
kebutuhan jasmani atau materi dapat membuat manusia lupa pada fitrahnya
sebagai makhluk berTuhan bahkan lambat laun dapat terkikis sehingga
manusia akan semakin jauh dari nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang
sebenarnya tersembunyi dalam relung bawah sadarnya.
6. Pengertian Dakwah
Banyak
definisi telah dibuat untuk merumuskan pengertian dakwah yang intinya
adalah mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka berbahagia di dunia
dan di akhirat.
a. Abdul Aziz menjelaskan,
secara etimologis da'wah berarti: 1). Memanggil; 2). Menyeru; 3).
Menegaskan atau membela sesuatu; 4). Perbuatan atau perkataan untuk
menarik manusia kepada sesuatu; dan 5). Memohon dan meminta.
b.
Menurut Ahmad Mubarok (1999: 19) dakwa dalam bahasa Arab, da’wat atau
da’watun biasa digunakan untuk arti-arti undangan, ajakan seruan yang
kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua belah pihak dan
upaya mempengaruhi orang lain. Ukuran untuk keberhasilan undangan,
ajakan atau seruan adalah manakala pihak kedua yakni yang di undang atau
diajak memberikan respon positif, yaitu mau datang atau memenuhi
undangan itu. Ukuran keberhasilan seorang mubaligh adalah manakala ia
berhasil menyampaikan pesan Islam dan pesannya sampai (Wama’alaina al
balagh), sedangkan bagaimana respon masyarakat tidak menjadi tanggung
jawabnya. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa dakwah ialah usaha
mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku
seperti apa yang didakwahkan oleh da’i.
c.
Menurut M.Sya’afat Habib (1992: 93), Arti dakwah secara luas ialah
sebagai agen merubah manusia ke arah yang lebih baik. Dengan arti yang
lebih luas ini dakwah akan menjamah kegiatan-kegiatan fisik, termasuk
pembangunan sarana-sarana pendidikan, rumah sakit, rumah anak yatim
piatu dan sebagainya. Bahkan pembangunan yang bersifat tempat-tempat
rekreasi yang sesuai dengan tuntunan agama, jalan jembatan dan lainnya
lagi untuk memberikan pengaruh ‘perubahan’ pada tingkah laku manusia,
sesuai dengan tujuan dakwah.
d.
Bakhial Khauli menjelaskan dakwah adalah satu proses menghidupkan
peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu
keadaan kepada keadaan lain.
e.
Syekh Ali Mahfudz menjelaskan dakwah mengajak manusia untuk mengerjakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan
melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
f. Prof. Toha
Yahya Umar, MA menjelaskan dakwah yaitu mengajak manusia dengan cara
yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT
untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.
g.
Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir menjelaskan dakwah yaitu tugas suci
atas tiap-tiap muslim dimana dan bilamana ia berada di dunia ini, yaitu
menyeru dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat dan kewajiban
tersebut untuk selama-lamanya.
Kadangkala istilah dakwah disama artikan dengan istilah tabligh.
Istilah tabligh di dalam surat Al-Maidah : 67, yaitu :
67. Hai rasul, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa
yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.
Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. ( Q.S. Al-Maidah :
67 )
[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
Sedangkan istilah dakwah ada di surat An-Nahl : 125 yaitu :
125. Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( Q.S. An-Nahl :
125 )
[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
104. Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang
yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
[217]
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan
Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
33. Siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal
yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang
menyerah diri?" (Q.S. Fushshilat: 33)
Ditinjau
secara terminologis, istilah da'wah merupakan konsep yang memiliki
ragam penjelasan dalam bentuk rumusan redaksional yang berbeda-beda.
Perbedaan yang terdapat pada setiap penjelasan para pakar dan cendikia,
kelihatannya lebih pada aspek orientasi dan penekanan bentuk
kegiatannya, bukan pada aspek essensinya.
Definisi-definisi berikut merupakan beberapa rumusan mengenai da'wah yang disampaikan oleh para pakar.
Pertama,
definisi da'wah yang menekankan pada proses pemberian motivasi untuk
melakukan pesan da'wah (ajaran Islam), tokoh penggagasnya adalah Syekh
Ali Mahfudz (tt:17), menurutnya da'wah adalah "Mendorong manusia kepada
kebaikan dan petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui
kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak individu dan orang banyak
agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat"
Kedua, definisi da'wah yang
lebih menekankan pada proses penyebaran pesan da'wah (ajaran Islam)
dengan mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad'u (khalayak atau sasaran
da'wah). Pakar da'wah yang menjadi penggagasnya adalah Ahmad Ghalwusy.
Menurutnya, da'wah adalah "menyampaikan pesan Islam kepada manusia di
setiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan media-media yang sesuai
dengan situasi dan kondisi para penerima pesan da'wah (khalayak
da'wah)" (Ghalwusy, 1987:11).
Ketiga, definisi da'wah yang
lebih menekankan pada pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya
manusia (khalayak da'wah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam
(pesan da'wah), menegakkan norma sosial budaya (ma'ruf) dan membebaskan
kehidupan manusia dari berbagai penyakit sosial (munkar). Definisi ini
antara lain dikemukakan oleh Sayyid Mutawakil. Menurutnya, da'wah adalah
"mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan,
menunjukannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya
dan menghindarkannya dari penyakit sosial" (dalam al-Mursyid, 1989:21).
Keempat, definisi da'wah yang
lebih menekankan pada sistem dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan,
petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebathilan dengan
berbagai macam pendekatan, metode dan media agar mad'u mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Definisi
da'wah yang demikian antara lain dikemukakan oleh Al-Mursyid.
Menurutnya, da'wah adalah sistem dalam menegakkan penjelasan kebenaran,
kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma'ruf, mengungkap
media-media kebatilan dan metode-metodenya dengan macam-macam
pendekatan, dan metode dan media da'wah (Al-Mursyid, 1989:21).
Kelima, kategori definisi da'wah
yang lebih menekankan pada urgensi pengamalan aspek pesan da'wah
(ajaran Islam) sebagai tatanan hidup manusia hamba Allah dan
khalifah-Nya di muka bumi. Definisi ini dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah
(1398 H:157-158), dan pesan da'wah yang terkandung dalam perspektif ini
adalah: (1) mengimani Allah; (2) mengimani segala ajaran yang dibawa
oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan mentaatinya segala
yang diperintahkan; (3) menegakkan pengikraran syahadatain; (4)
menegakkan shalat; (5) mengeluarkan zakat; (6) shaum bulan Ramadhan; (7)
menunaikan ibadah haji; (8) mengimani Malaikat, Kitab-kitab Allah, para
Utusan-Nya, kebangkitan setelah wafat, kepastian baik-buruk yang datang
dari Allah; dan (9) menyerukan agar hamba Allah hanya beribadah
kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya.
Keenam, definisi da'wah yang
lebih menekankan pada profesionalisme da'wah, yakni da'wah dipandang
sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian, dan memerlukan penguasaan
pengetahuan. Dengan demikian, da'i-nya adalah ulama atau sarjana yang
memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik serta keterampilan dalam
melaksanakan kewajiban da'wah. Definisi ini diajukan oleh Zakaria yang
menyatakan bahwa "Aktivitas para ulama dan orang-orang yang memiliki
pengetahuan agama Islam dalam memberi pengajaran kepada orang banyak
(khalayak umum) hal-hal yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan
keduniaannya sesuai dengan realitas dan kemampuannya" (dalam Sambas dan
Subandi, 1999:21).
7. Status Da’i
a. Da’i sebagai pemimpin,
artinya sebagai pemimpin bukan hanya menyuruh, menganjurkan orang lain
saja, tetapi keteladanan memegang peranan penting di dalam kepemimpinan
itu sendiri. Ia haruslah ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun
karso, tut wuri handayani.
b.
Da’i sebagai mujahid, artinya sebagai seorang pejuang, mempunyai ukuran
nilai tersendiri terhadap apa yang diperbuatnya. Sebagai pejuang dia
sanggup menggalang umat, menggerakkan mereka untuk kepentingan dakwah,
ketaqwaan dan untuk pengabdian kepada sesamanya dan memberikan
perlindungan serta pengayoman kepada mereka dan menyalurkan aspirasinya.
Seorang mujahid harus selalu berjiwa besar dan membesarkan jiwa orang
lain, tidak sombong dalam keberhasilannya dan tidak hina dalam
kegagalannya. Kesemuanya itu hanya karena Allah semata.
c.
Da’i sebagai objek artinya sebagai da’i hendaknya selalu menyadari
bahwa apa yang diberikan kepada orang lain pada hakikatnya bukan untuk
orang lain saja, melainkan untuk dirinya juga. Di sinilah tanggung jawab
moril seorang da’i.
d. Da’i
sebagai pembawa misi artinya sebagai da’i perlu menyadari bahwa amanah
Allah selalu berada di atas pundaknya, kapan dan dimanapun berada.
Amanah harus dijaga sebaik-baiknya dan harus disampaikan kepada yang
berhak menerimanya, karena akan dimintai pertanggung jawabannya oleh
Allah SWT.
e. Da’i sebagai pembangun artinya sebagai da’i hendaknya selalu melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
8. Pengertian Motivasi Dalam Dakwah
Dari penjelasan tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi dalam dakwah
adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi
keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak manusia dengan cara yang
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.
Dalam proses kegiatan dakwah/
penerangan agama, pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia
adalah mutlak perlu diperhatikan, karena tanpa dapat menghampiri
motive-motive pokok manusia, pesan dakwah mustahil dapat mempengaruhi
perilaku objek dakwah / penerangan agama sebagai yang diharapkan. Dan
dalam praktek dakwah, motive tersebut dapat dikembangkan melalui
pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada orang-orang untuk aktif
melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya dengan pengarahan
kepada hal-hal yang tidak berlawanan dengan norma susila dan sosial.
Bilamana dalam proses dakwah, jaminan rasa aman dapat direalisasikan
dalam bentuk situasi dan kondisi kehidupan di lingkungan masyarakat
dimana dakwah sedang dilangsungkan, maka masyarakat dengan mudah akan
terdorong untuk menerima bahkan menaruh simpati serta mengaktualisasikan
ke dalam perilaku pribadinya. Akan tetapi sebaliknya jika malah
menimbulkan atau mengundang ancaman dari luar, maka sudah pasti mereka
akan menolak bahkan antipati terhadap kegiatan dakwah. Kepercayaan
kepada yang maha Ghaib adalah suatu tenaga motivasi yang paling kuat
dalam masyarakat, karena hal itu pada umumnya merupakan sumber kedamaian
yang tahan lama, suatu dorongan keinginan untuk mempercayai-Nya adalah
kekuatan pendorong yang potensial dalam kehidupan manusia.
Dan dalam usaha memperoleh hasil
guna pelaksanaan dakwah, motive atau dorongan-dorongan di atas masih
perlu diarahkan kepada tujuan proses dakwah yaitu mengendalikan,
mengarahkan, mengembangakan dan memanfaatkan kemampuan tersebut bagi
hubungan manusia sebagai makhluk individual dan sebagai anggota
masyarakat. Daya tarik dakwah atau tabligh kepada sasaran adalah sangat
ditentukan oleh kemampuan mengendalikan, mengarahkan, mengembangkan dan
memanfaatkan motive-motive tersebut untuk diaktualisasikan dan
diorientasikan kepada sasaran dakwah. Dan dalam proses kegiatan dakwah,
faktor manusia adalah yang menjadi sasaran yang perlu didorong
sedemikian rupa sehingga produktivitas dan kreativitas hidup individual
dan sosial yang dijiwai oleh agama dapat berkembang karena hal tersebut
menjadi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Dalam proses dakwah,
diharapkan seorang da’i mampu menggerakkan atau menimbulkan kekuatan
dalam diri mad’u dan memimpin mad’u untuk bertindak sesuai dengan
ajaran-ajaran agama yang disampaikan.
Sudah menjadi fitrah manusia
suka kepada yang menyenangkan dan benci kepada yang menakutkan, maka
selayaknya bagi para da’i untuk memulai dakwahnya dengan memberi harapan
yang menarik, mempesona dan menggembirakan sebelum memberikan ancaman.
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Musa ra., ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: ”Serulah manusia ! Berilah kabar gembira dan
janganlah membuat orang lari”. Seorang da’i seharusnya terlebih dahulu
memberikan targhib (kabar gembira) sebelum tarhib (ancaman), mendorong,
beramal dan menyebutkan faedah amal sebelum menakut-nakuti dengan bahaya
riya, memberitahu keutamaan menyebarkan ilmu sebelum memberi peringatan
kepada mereka tentang besarnya dosa menyembunyikan ilmu dan memotivasi
untuk melaksanakan shalat pada waktunya sebelum memberikan peringatan
tentang besarnya dosa meninggalkan shalat. Jadi memberi kabar gembira
terlebih dahulu sebelum peringatan itu bisa membuat hati menerima dengan
baik dan lega. Pemberian motivasi ini bisa menumbuhkan harapan dan
optimisme seseorang. Jadi ringkasnya dalam berdakwah, hendaknya kita
mendahulukan memberikan motivasi dan pencerahan.
9. Peranan Motivasi Dalam Proses Dakwah
Motivasi
mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan
menopang tingkah laku manusia. Motivasi mengarahkan tingkah laku
individu ke arah suatu tujuan, menguatkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan individu tersebut. Tujuan motivasi bagi
seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar
timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah
dapat tercapai. Selanjutnya seorang da’i dituntut untuk mengarahkan
tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopang tingkah
laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan
dorongan-dorongan tersebut.
Penting bagi seorang da’i
mengetahui motif-motif mendesak dari sasaran dakwahnya agar seorang da’i
mampu menyesuaikan materi dakwah, metode dakwah atau strategi dakwah
yang tepat, sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.
Dakwah secara luwes dilakukan
dengan memandang dasar-dasar Islam (Al-Qur’an dan Hadis) dengan
cakrawala yang luas yang berarti tidak semua dalil dapat digunakan dalam
setiap keadaan tetapi kemungkinan ada dalil lain yang lebih cocok dan
relevan. Seperti dalam firman Allah :
190. Dan perangilah di jalan
Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui
batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. (Q.S Al-Baqarah : 190)
Ayat
tersebut di atas adalah perintah Allah terhadap Nabi SAW dan
orang-orang yang beriman di saat melakukan ibadah haji dan umrah di
Baitul Haram (Mekkah) untuk menjaga kemungkinan orang-orang kafir
Quraisy memerangi kaum muslimin.
Dengan firman Allah SWT :
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11.
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
Dalam pengharaman khamr ada tiga fase yaitu :
219. Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S Al-Baqarah
: 219)
[136] Segala minuman yang memabukkan.
Selanjutnya :
43. Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S An-Nisa’: 43)
[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.
Selanjutnya :
90. Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.(Q.S Al-Maidah: 90)
[434] Al Azlaam artinya: anak
panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah
yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan
suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak
panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu dengan:
lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa,
diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka
hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah
mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah
yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada
tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.
10. Hambatan Dakwah
Hambatan-hambatan dakwah merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh da’i. Diantaranya adalah :
a.
Dari da’i sendiri dimana pribadinya mungkin kurang dapat diterima,
seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, sifat yang tidak
terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i.
b. Dari materi yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan kadar kemampuan.
c.
Dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang
menerima. Contoh penyebaran buletin pada masyarakat yang banyak buta
huruf.
d. Dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah.
e. Dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
No comments :
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik dan sopan, komentar anda berharga bagi saya...oke browww